SOS Jalan Medan!

jalan-bilalKerusakan jalan di Kota Medan dipandang sebagai kondisi luar biasa. Bagaimana kondisi sebenarnya?

Cobalah susuri jalanan di pinggiran Kota Medan ini dan bersiap-siaplah untuk menjadi seorang pengumpat kelas berat. Bagaimana tidak, jalanan yang idealnya hitam pekat dan mulus, bersalin rupa menjadi seperti kubangan kerbau. Becek, berlubang, kotor, dan berbau tak sedap. Parahnya, kondisi itu mencapai hampir 80 persen dari total panjang jalan di Kota Medan.

“Ini darurat. Ini kondisi luar biasa,” ujar Farid Wajdi, Direktur LAPK geram. Farid gemas, sudah lebih dua tahun jalanan yang rusak itu dianggurin begitu saja oleh Pemko Medan. Dan kekesalan itu, kata Farid, sudah tak bisa diredam lagi. “DPRD harusnya rapat darurat. Panggil Walikota dan Sekda-nya. Jangan menunggu-nunggu lagi,” katanya ketus.

Kedongkolan kronis itu nampaknya sebentar lagi akan dimuntahkan. LAPK Medan bersama-sama warga sedang bersiap-siap untuk menggugat Pemko Medan secara class action. Intinya, warga bosan dengan jalan yang tak kunjung diperbaiki itu. Genderang perang sudah ditabuh. LAPK – Pemko Medan sudah saling “perang urat syaraf” di media lokal dalam sepekan terakhir. Kekuatan digalang, “senjata” pun sudah disiapkan.

“Kerusakan jalan di Medan sudah sangat parah, menjengkelkan, hingga membahayakan jiwa penggunanya, bahkan sampai merenggut nyawa manusia. Apalagi saat musim hujan, jalan berlubang tak terlihat. Penggunanya bisa terperosok. Ini perlu diperhatikan. Masalah nanti mana jalan yang akan diprioritaskan pembangunannya akan kita sampaikan di pengadilan,” ujar Farid.

Catatan tabloid ini, jalan-jalan rusak itu di antaranya seperti Jalan Mandala by Pass, Karya Jasa, Gatot Subroto, FL Tobing, Bahagia by Pass/Jalan Baru, Veteran, Jalan Platina (Titi Papan), Jalan Willem Iskandar/Pancing, Kapten Muslim, Mandala by Pass, Melati Raya Perumnas Helvetia, dan lain-lain. Khusus Mandala by Pass, malah sudah “menelan” anggaran sebesar Rp 8 miliar, tapi hasilnya begitu-begitu saja. Seperti tak pernah diperbaiki karena dikerjakan dengan asal-asalan tak sesuai bestek dengan standar jalan kota. “Saya miris melihat pembangunan jalan itu. Tak ada gunannya diperbaiki kalau (sistem) drainasenya tetap begitu. Apapun bahan yang digunakan pasti akan rusak,” kata Burhan Batubara, Pengurus Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI).

Burhan memang tidak sedang bercanda. Kepada MW berkali-kali ia mengatakan haram hukumnya melakukan pengaspalan kalau drainase tidak benar. “Aspal itu musuhnya air. Kasus di Mandala, drainasenya tidak jelas. Tidak ada gunanya diaspal. Intinya, sebelum pengaspalan, benarkan dulu drainasenya,” katanya lagi. Zulkarnain A Muis, rekan Burhan, membenarkan ucapan Burhan.

Akademisi dari USU ini menjelaskan, intinya, pembangunan atau pengaspalan sebuah jalan harus melibatkan perencanaan dan teknologi. “Harusnya, tak jalan yang rusak kalau perencanaannya bagus. Tapi yang terjadi seringkali desain tidak tepat, material tidak sesuai. Artinya, pelaksanaan tidak seperti spesifikasi yang direncanakan. Ya hancurlah,” kata pria berkacamata ini.

Apakah Pemko Medan sedemikian cerobohnya? Kalau melihat pengerjaan selama ini, boleh jadi ada benarnya. Lihat sendiri bagaimana pengerjaan proyek jalan yang dilakukan Pemko Medan. Contohnya ya itu tadi, pengaspalan di Jalan Mandala by Pass dan Jalan Pelangi. Baru hitungan bulan, aspalnya sudah berlepasan. Jalan kembali kupak-kapik. “Bagaimana mau bagus, jalan didesain oleh Dinas Pekerjaan Umum, tapi pengawasannya dilakukan oleh Dinas Perhubungan. Ya ngga nyambunglah,” tambah Zulkarnain. Ditambahkannya, tidak ada sistem terpadu dalam proyek pembangunan jalan di daerah ini. Intinya, HPJI menyarankan, perbaiki sistem drainase, sebelum memperbaiki jalan.

Tapi apakah persoalan jalan rusak di Kota Medan ini sebatas karena itu saja? Ternyata tidak juga. Diam-diam, proyek jalan ini juga terkontaminasi oleh kepentingan politik juga. Begitu yang dilihat oleh Elfenda Ananda, Direktur Eksekutif Forum Independen Transparansi Anggaran (FITRA). Bagi Elfenda, dalam menyusun anggaran, kepentingan politik dan proses ekonomi saling tarik menarik. “Tapi, proses politik lebih dominan. Sehingga sektor-sektor yang semestinya mendesak untuk diperhatikan, justru mendapat porsi yang kecil. Sebaliknya, sesuatu yang secara politis lebih menguntungkan pejabat publik lebih diprioritaskan,” kata Elfenda.

Menariknya, seperti disampaikan Elfenda, wajar-wajar saja jalanan di kota ini hancur. Karena, selain anggaran yang terbatas, daya serap anggaran (infrastruktur) juga terbatas. “Sampai sekarang baru 30 persen dana APBD yang terserap. Ini namanya sudah sedikit, tak dipakai pula,” katanya. Argumentasi lain: pengesahan APBD yang kerap terlambat. “Belum lagi sejumlah pejabat SKPD yang konsentrasi penuh pada persoalan audit internal. Kasus yang menimpa mantan Walikota Abdillah membuat mereka berhati-hati dan khawatir dalam penggunaan anggaran,” kata Elfenda. Artinya, dengan anggaran seadanya itu, janganlah terlalu berharap akan ada perbaikan segera.

Apa kata DPRD Medan? Wakil Ketua DPRD Medan Surianda Lubis dalam diskusi di kantor redaksi MW berjanji akan segera memanggil Pj Walikota Medan Afifuddin Lubis, Sekdako dan jajarannya untuk mengatasi persoalan ini. “Paling lama sepekan setelah hari ini,” kata Surianda Rabu lalu. Menurut catatannya, Medan punya jalan sepanjang 2.091 km dengan jumlah yang rusak mencapai 850 km. Sementara alokasi anggaran untuk infrastruktur jalan dan drainase hanya Rp 86 miliar. Tahukah Anda, dana itu hanya cukup untuk memperbaiki kerusakan jalan sepanjang 140 km? Inilah namanya jauh panggang dari api.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan, dewan sebenarnya sudah membahas persoalan ini. Singkatnya, dewan sudah mengambil kesepakatan untuk “potong kompas” penyerapan anggaran. “Itulah nanti yang akan dibahas dalam pertemuan itu. Intinya, dicarikan cara untuk menyerap anggaran tanpa ‘membentur’ undang-undang. Yang penting, perbaikan jalan bisa segera dilakukan,” ujar Surianda. Ini dilakukan, kata Surianda, agar anggaran tidak sisa pada tahun mendatang. Dari Forum Medan Weekly Rabu lalu, muncul juga usulan agar DPRD menggodok konsep baru agar anggaran tidak terlambat di tahun mendatang. “Tapi yang mendesak adalah yang sekarang ini,” kata Farid lagi. Malah, jika dewan tidak memikirkan solusinya, Farid “mengancam” akan ikut menggugat DPRD karena dianggap lalai mengawasi kinerja lembaga eksekutif.

Apa kata Pemko Medan? Lewat Humasnya Rusdi Lubis, Pemko sudah mendengar rencana gugatan ini. “Pada dasarnya kita menerima tuntutan masyarakat itu. Bulan ini (November) kita berupaya segera melaksanakannya dengan anggaran yang ada sebesar Rp 85 miliar. Wajar-wajar saja mereka menuntut, kan masyarakat bayar pajak kenderaan,” katanya kepada MW.

Namun, ungkap Rusdi, dana sebesar itu tak semata hanya untuk perbaikan jalan, tapi juga untuk drainase alias saluran air (parit). Ia mengakui, fasilitas umum di kota ini kian tak layak atau tidak berfungsi lagi. Kembali ke soal perbaikan jalan, Rusdi mengatakan, tender sudah berjalan dan sekitar 30 persen dari total dana itu sudah digunakan, dan 5 persen jalan sudah dikerjakan (142 km) dari total panjang jalan yang akan dikerjakan sepanjang 851 km dari total panjang jalan Kota Medan 2.951 km. Dana perbaikan jalan itu berasal dari alokasi APBD Provinsi 2008 dan APBN 2008 yang akan digunakan sampai sampai tutup buku akhir Desember tahun ini. Rusdi optimis perbaikan jalan tersebut akan selesai dalam tenggat tahun ini juga.

Kalau sudah begini, apakah LAPK kan terus memajukan gugatannya? “Sebelum menang, kami tak akan kapok melakukan perlawanan. Pemerintah sudah lalai!” katanya bersemangat. Maju terus. (Laporan: M Isya dan Midian Simatupang. Artikel ini sudah dimuat di Medan Weekly, edisi 11, 7 – 13 November 2008) Foto: Fauzi Ilham – Medan Weekly.

Leave a comment