Menikah?

wedding-photography-perth-perthKalau aku bertanya kira-kira menurutmu apa pertanyaan yang paling sering dilemparkan padaku saat berkumpul bersama para kerabat pada hari pertama tahun baru 2009 lalu?

STOP! Sudah. Cukuplah! Aku nyaris trauma mendengar kalimat yang itu-itu saja.

Anda tidak usah menambahi lagi beban pikiranku sekarang ini. Aku yakin, dari 100 orang yang membaca postingan ini – termasuk Anda – pasti 97 orang akan menjawab benar. Menikah, iya menikah! Tepatnya, kapan menikah?

Begitulah. Saat berkumpul bersama sebagian keluarga besar itu, satu persatu dari para amangboru dan namboru (om dan tante) duduk merapat mengelilingiku sehabis makan siang bersama. Mereka sekitar 20-an orang. Satu persatu mereka membentuk formasi: seperempat lingkaran berdiameter sekitar satu meteran. Aku duduk di sudut. Hampir tak ada celah untuk kemana-mana. Oya, di antara mereka ada juga mami, bapek (papaku), adekku, dan tiga orang sepupuku. Si sepupu tak bisa bilang apa-apa. Mereka hanya cengar-cengir saat pertanyaan demi pertanyaan dilemparkan. Situasi ini nyaris mirip dengan suasana interogasi di ruang juru periksa sebuah markas kepolisian.

Apalagi yang ditunggu?

Tahun ini mesti segera menikah!

Ingat usia!

Gak usah takut kalau belum siap!

Biasanya, laki-laki seumuranmu ini memang sudah susah mengambil keputusan untuk menikah. Makanya, kalau memang sudah merasa susah, sudah putuskan saja siapa yang akan memutuskan kapan dan siapa calon pendampingmu!

Kalau memang sudah begitu, sudah, serahkan saja sama kami, biar kami yang atur! ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Karena kalau akan dibiarkan, kau tak akan pernah memulainya lagi!

Hmmm… kurang lebih, begitulah garis besar pertanyaan mereka. Sebenarnya (mungkin) masih ada ratusan pertanyaan lain. Belum lagi pertanyaan serupa yang diulang-ulang. Tapi aku malas menjabarkannya satu persatu di sini. Bukan apa-apa, masih trauma aku mendengar itu semua. Semua pertanyaan dan ucapan mereka masih terngiang-ngiang di telingaku. Bahkan, sampai detik ini.

rjj-002-sepia-1-5001

Kini, beberapa hari dari hari itu, pertanyaan dan ucapan mereka kembali terngiang di telinga.

Apa lagi yang ditunggu?

Kupikir-pikir benar juga. Apalagi yang mesti ditunggu?

Kalau menunggu kapan siapnya, sepuluh tahun, dua puluh tahun lagi, atau sampai kapanpun kita tak akan pernah siap sebenarnya!

Yang ini malah lebih menohok. Kalau dicerna dengan pemikiran jernih, memang benar apa yang dikatakan mereka itu semua. Tapi kenapa ya, pas prakteknya, tak semudah yang mereka katakan? Kenapa untuk urusan yang satu ini aku belum bisa taktis? Seolah-olah banyak pertimbangan. Ini dan itu. Tapi sampai beberapa tahun berlalu, tak kunjung ada ujungnya juga. Kenapa ya?

Kalau dibilang takut, engga juga sih. Cerita soal takut, pernah satu kali seorang teman mencoba menganalisis kondisi ini. Menurut dia, sepertinya di dalam hati kecil aku ada tumbuh perasaan takut. Tapi bukan seperti ketakutan konvensional itu. Tapi takut akan kehilangan kebebasan seperti yang selama ini sudah aku nikmati. “Kau takut untuk berkomitmen kawan,” katanya.

Tapi waktu itu aku cuma tertawa. Aku tidak menjawab dia. Tapi dalam hati kecilku aku menyalahkan analisisnya. Tidak seperti itu kenyataan yang sebenarnya teman. Siapa bilang aku takut berkomitmen? Dulu, aku pernah kok berkomitmen. Aku pernah kok pacaran, dalam waktu cukup lama lagi. Aku kira itu menjadi salah satu jawaban untuk mematahkan analisis si teman tadi. Dibilang takut kehilangan kebebasan, ya tidak juga!

Tapi setelah kupikir-pikir lagi, sebenarnya ada jawaban yang tepat di antara sekian pertanyaan dan ucapan kerabatku di hari tahun baru itu. Dan ini yang menjadi pikiranku sekarang ini.

rjj-014-zoom-121-bw1-final-500

“Malas untuk memulai.” Aku kira itu sebenarnya jawaban yang paling tepat. Benar, hampir lima tahun belakangan ini aku nyaris tak pernah memulai sebuah “relationship” dengan seorang wanita pun! Nyaris lima tahun ini aku hanya membenamkan diri dalam kesibukan-kesibukan rutin seperti kerja, nongkrong, kumpul dengan kawan-kawan, atau nongkrongin hobby.

Sepanjang yang kuingat, paling baru sekitar 3 bulan belakangan ini aku mencoba-coba meng-create lagi sebuah hubungan. Meski ujung-ujungnya juga harus berakhir tak menggembirakan. Tapi, at least aku sudah mulai mencobanya lagi. Kupikir, situasi ini seperti kerja mesin diesel yang lambat panasnya, tapi begitu panas, ia akan benar-benar bekerja penuh. Apalagi, mesin yang ini sekian tahun sudah dibiarkan tak “bekerja.”

Kayaknya selepas ini memang moment yang tepat untuk memulai kembali “perburuan” itu. Setelah sempat panas di penghujung tahun lalu, situasi ini mesti dipertahankan. Sebelum pada akhirnya suhu si diesel itu mendingin lagi. Saat itu terjadi, akan butuh waktu lagi untuk memanaskannya. Artinya, akan ada lagi waktu yang mesti terbuang sia-sia. Iya kan?

Dan sekarang aku merasa sudah tidak waktunya lagi untuk membuang-buang waktu percuma seperti beberapa tahun ini. Tahun ini, ya tahun ini juga, pengembaraan ini harus disudahi. Aku percaya, seseorang di luar sana sudah dipersiapkan untukku, meski belum bertemu. Nah, saat pertemuan itu sudah terjadi, setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang membikin trauma tadi tidak akan terlontar lagi. Bagaimana menurutmu? (Seluruh imej diambil dari internet).

16 thoughts on “Menikah?

  1. Hahaha… Aku yang pertama bang kasi komentar.

    Benar tuh, apalagi yang harus ditunggu. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana pernikahan itu sebelum kita memulainya, bukan mencobanya ya bang (kalo yang itu nenek bilang berbahaya) 🙂

    Senangnya hatiku akhirnya abang mendapat pencerahan juga soal “pernikahan” hahaha…

    Kalo gitu, ditunggu ya undangannya bang 😀

  2. Mesin Diesel punya opsi starting, ada air starting dan ada electric starting…tergantung kebutuhan starting mana yg mau digunakan. Sepertinya menikah juga punya opsi starting… keknya tahun ini bakal start kita berdua pra, he..he…

  3. Jawab aja “May….. Maybe yes, Maybe no…….”

    Salah satu teman saya pernah menjawab begini ketika ditanya saat kumpul2 “I’m gay. So what! it’s my life.” Juteknya…. 🙂

    Kalo aku sih sebisa mungkin harus ada persiapan matang (jasmani/rohani). Masa setelah menikah kemudian baru tahu ketidaksesuaian dan kedewasaan yang sama sekali baru dalam tahap “pembelajaran”.

    Masyarakat di negara ajaib ini memang seperti itu bos. Cukup umur menikahlah, kemudian cepat2lah punya anak. Lain kalo di tempat lain kaya .au, gak jarang kalo denger mereka punya anak saat usia udah mendekati kepala 4.

    Yang ada persiapan aja belum tentu mulus, apalagi yang “mengalir bagai air”.

    My 2 cents.

  4. apa yg sering dipikirkan memang bisa jadi kenyataan. apa yang sering kita sebut-sebut, bisa juga jadi benar adanya. kurasa, itulah mestakung itu (semesta mendukung seperti dalam hukum fisika itu).

    soalnya, entah kenapa, dulu aku sering suka nebak-nebak kayaknya bakalan lama akan menikah. paling tidak setelah berumur 30 tahun atau di atasnya. dan, kayaknya itu akan benar. umurku sekrang, 17 februari nanti 29 tahun. tak terasa setahun lagi sudah 30. padahal, sampai sekarang aku masih merasa umurku masih 23 tahun (hehhehe…) cuek aja. putus cinta dengan hubungan lama, pernah. hehee… (tp, ada hikmahnya di balik itu)

    mungkin hal itu pernah bang denny alami juga. selalu merasa belum siap. ragu, gimana ya kalau nanti sudah jadi ayah? ga bisa lagi sebebas ketika dengan teman-teman. dll, banyaklah itu. barulah kemudian disadari, lo, umurku sudah sekian ternyata. seharusnya sudah begini. dll.

    holan sada do hata sian au, molo adongdo na soksok, pittor pahatop ma lamar. unang be paleleng-leleng ate… heheh. kenal seminggu, merid langsung, kenapa rupanya… hihhi…

  5. ternyata semua mantan teman seperjuanganku dulu ngumpul di topik ini…

    jadi kangen sama kalian… 😀

    mari kita dukung rencana si abang satu ini… siap gerak!!!!

  6. ternyata, dalam hitungan bulan saja, semua cerita sudah berbeda… doakan saja kawan-kawan…

  7. Sekarang, ga usah bingung lagi ya bang……….. Kan udah ada saudara sepupuku yang cantik…..
    hehehehehe

  8. kalo buat tulisan saat masih jomblo lancar ni ye,.. tapi giliran dah ketemu tulang rusuknya, malah mandek.. hehehe

    Ditunggu cerita versi up to date ya,hasian..

  9. Ada banci yang kasih komen di sini. Kalau mau komen, tolong ditinggalin nama dan email yang benar. Oke bos?

Leave a comment